Hidup Bertambah Indah Dengan Keberadaan Mereka
HIDUP BERTAMBAH INDAH DENGAN KEBERADAAN MEREKA
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” [Al-Kahfi/18: 28]
Ibrahim Habib adalah anak muda berusia 20 tahun, masih kuliah di Institut Teknologi dan Komunikasi di kota Jeddah. Pertama kali saya mengenalnya ketika ia datang ke kantor Islamic Center untuk membeli buku-buku dan buletin dari berbagai bahasa untuk dibagikannya secara gratis kepada para pendatang (dari luar Saudi Arabia) yang dikenal maupun yang belum dikenalnya, yang dijumpai di masjid, di jalan, di pom bensin, di rumah sakit, di toko-toko maupun di pasar. Ia menyisihkan sebagian uang saku bulanannya untuk kepentingan dakwah.
Ia rajin membeli kaset-kaset ceramah bahasa Arab dan buku-buku Islam berbahasa Arab untuk dibagikan kepada teman-temannya di kampus, juga kepada orang-orang yang baru dikenalnya. Saya lihat di bagasi mobilnya terdapat banyak buku, kaset, buletin baik berbahasa Arab maupun bahasa Inggris, Tagalog (Filipina), Bangladesh, Urdu (Pakistan), Indonesia dan lain-lain.
Subhanallah, usahanya dalam dakwah telah berhasil mengislamkan –dengan izin Allah– empat orang Filipina yang ia jumpai. Awalnya mereka diberinya hadiah berupa buletin tentang Islam sehingga akhirnya mereka tertarik kepada Islam. Lalu Ibrahim segera menghubungi da’i Filipina dan da’i Libanon yang pandai berbahasa Inggris di kantor Islamic Center untuk menjelaskan lebih dalam lagi tentang Islam dan akhirnya mereka mendapatkan hidayah Allah, masuk Islam.
Pernah suatu hari ia mengantar saya ta’ziah ke satu keluarga yang ditinggal wafat anak gadisnya. Seseorang yang telah mengenal keluarga tersebut menelpon ke kantor Islamic Center agar da’i dari Indonesia dapat menghibur keluarga tersebut, ayahnya orang Pakistan dan ibunya orang Indonesia. Karena saya tidak hafal jalan dan tidak tahu alamat mereka maka saya minta tolong Ibrahim mengantar saya.
Ibrahim juga pernah mengantar saya ke masjid terapung di pinggir laut di kota Jeddah untuk shalat Jumat di sana dan membagikan buletin kepada jamaah haji Indonesia yang banyak berkunjung untuk rekreasi sekaligus shalat di masjid tersebut seusai menunaikan ibadah haji.
Sebagian jamaah haji kita menyangka masjid tersebut dibangun oleh Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu ‘Anha puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga diberi nama masjid Fathimah. Padahal sebenarnya masjid tersebut diberi nama “Masjid Fathimah Nagro” nama ibu dari seorang pedagang di Jeddah yang membangun masjid tersebut.
Oleh pemerintah Arab Saudi sekarang masjid tersebut diberi nama “Masjid Ar-Rahmah” untuk menghindari kesalahpahaman dan anggapan keliru, seolah ada keutamaan khusus dengan shalat di masjid tersebut. Sesungguhnya shalat di masjid ini sama dengan shalat di masjid biasa lainnya.
Ibrahim mempunyai moto dalam hidupnya:
مُسْتَعِدِّينَ لِخِدْمَةِ الدِّينِ
حَتَّى يَأْتِيَنَا اليَقِينُ
لِمُلَاقَاتِ رَبِّ العَالَمِينَ
وَنَكُوْنَ فِي سَفِيْنَةِ النَّاجِيْنَ
“Kami siap untuk melayani kepentingan agama Islam
Sampai datang kepada kami kematian
Sebagai bekal untuk berjumpa dengan Allah Rabbul Alamin
Dan agar kami termasuk ke dalam golongan orang-orang
yang selamat”
Anak muda ini rajin menghadiri majelis-majelis ta’lim di Jeddah, terkadang bersama ibu, saudara-saudara perempuannya dan adik laki-lakinya. Di antara majelis yang dihadirinya adalah majelis Syaikh Dr. Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi, dosen Universitas Islam dan pengajar di Masjid Nabawi di Madinah. Beliau rutin datang ke Jeddah tiap pekan mengajarkan Syarah Sunan Tirmidzi.
Suatu hari Ibrahim bercerita kepada saya bahwa suatu waktu Syaikh Syinqithi menyampaikan pelajaran hanya setengah jam, padahal biasanya lebih dari satu jam. Beliau mohon maaf kepada hadirin karena harus segera pulang ke Madinah yang jaraknya kurang lebih 450 km karena ibu nya sedang sakit. Sebenarnya beliau berat meninggalkan ibunya sakit di Madinah dan berniat untuk tidak berangkat ke Jeddah, tetapi ibunya memintanya tetap berangkat menyampaikan ilmu.
Akhirnya beliau berangkat ke Jeddah memenuhi pesan ibunya. Sebulan kemudian saya mendengar kabar bahwa ibu Syaikh Syinqithi wafat –semoga Allah merahmatinya–dalam keadaan ridha kepada anaknya, insya Allah. Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai anak-anak yang berbakti kepada orang tua kita, amin.
Pernah dalam perjalanan ke rumah makan untuk sarapan bersama, ada SMS masuk ke hp Ibrahim. Ia mengatakan SMS tersebut menginformasikan adanya suatu acara yangdi dalamnya terdapat kemungkaran secara terang-terangandan rencananya akan dilaksanakan pada tanggal sekian di gedung A.
Penerima SMS diminta menyebarluaskannya, dan mengingkari kemungkaran tersebut dengan segala kemampuan yang dimiliki. Banyak di antara pemuda menelpon ulama agar memberi nasihat kepada pihak berwenang untuk mengingkari kemungkaran dengan lisan mereka dan banyak pula di antara pemuda yang mengirim faks kepada aparat dan pihak berwenang untuk melarang kemungkaran tersebut.
Pernah suatu saat akan diadakan seminar di kota Jeddah yang akan disampaikan oleh tokoh-tokoh Islam Liberal dari salah satu negara Arab. Setelah para pemuda mengetahui hal tersebut segeralah beredar SMS berantai untuk mengingkari dan menggagalkan berlangsungnya acara tersebut.
Alhamdulillah, akhirnya pemerintah kota Jeddah melarangnya dan acara tersebut dibatalkan.
Diantara SMS yang dikirim Ibrahim kepada teman-teman dan sahabatnya:
هُنَاكَ أُنَاسٌيَنْحِتُوْنَ فِي أَعْمَاقِنَا مَشَاعِرَ رَائِعَةً
وَيُخَلَّدُوْنَ فِينَا ذِكْرَى لَا تُمْحَى
نَرْجُوْ رُؤْيَاهُمْ، وَيَزْدَانُ الوُجُوْدُ بِهِمْ
لَنَا فَخْرٌ بِحُبِّهِمْ، وَلَنَا الشَّرَفُ بِصُحْبَتِهِمْ
فَلْيَحْفَظهُمُ اللهُ أَيْنَمَا كَانُوْا
وَلْيَدُمْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ اَلْحُبُّ فِي اللهِ
( جُمْعَةٌ مُبَارَكَةٌ )
Nun di sana terdapat orang-orang yang telah terpatri di
hati kami perasaan yang mengesankan
Meninggalkan kenangan yang tidak terlupakan
Kami berharap berjumpa dengan mereka
Hidup bertambah indah dengan keberadaan mereka
Kami bangga mencintai mereka
Merupakan kehormatan bagi kami, bersahabat
dengan mereka
Semoga Allah melindungi mereka di mana saja mereka
berada
Semoga percintaan antara kami dan mereka
yang didasari ikhlas karena Allah tetap langgeng
(Jumat yang penuh berkah)
Surat-surat Cinta, Darus Sunnah, Jakarta
Fariq Gasim Anuz
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2587-hidup-bertambah-indah-dengan-keberadaan-mereka.html